Tradisi Siraman adat jawa merupakan salah satu rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa yang dilakukan untuk mengawali merias calon pengantin.
Filosofi Tradisi Siraman adat jawa adalah untuk membersihkan lahir maupun batin calon pengantin, sehingga ketika dirias, maka wajahnya akan bersinar dan beraroma wangi.
Tahap ini biasanya dilakukan oleh pinisepuh, khususnya orang yang mempunyai cucu atau anak dan mempunyai budi pekerti yang baik, dengan tujuan dimintai berkahnya.
Siraman dilakukan sebelum akad nikah atau ijab kabul dilaksanakan. Masyarakat Jawa memiliki ketentuan tersendiri, yaitu melaksanakan siraman antara jam 10.00 atau 15.00. Penentuan jam tersebut bukan sembarangan. Jam 10.00 dan jam 15.00 dipercaya merupakan waktu saat bidadari turun ke sungai untuk mandi. Dengan melakukan siraman pada jam-jam yang bersamaan dengan mandinya bidadari itu, pengantin wanita diharapkan bisa menjadi cantik seperti bidadari.
Selain tujuan dari penentuan waktu tersebut, siraman juga memiliki tujuan luhur dari pelaksanaannya. Adapun tujuan siraman sendiri adalah memohon berkah dan rahmat Tuhan agar kedua mempelai dibersihakan dari segaka keburukan. Dengan siraman, kedua calon pengantin juga diharapkan mendapat tuntunan selama mengarungi bahtera rumah tangga.
Siraman juga dimaknai secara simbolik bahwa pengantin bertekad untuk berperilaku, bertindak, dan bertutur kata yang bersih dan baik selama menjadi suami sitri.
Tradisi Siraman adat jawa
Perlengkapan yang perlu disediakan dalam upacara siraman terdiri atas:
Air 7 sumber
Air bersih dari 7 sumber dipakai untuk memandikan calon pengantin agar menjadi murni/suci dan bersih lahir batin. Mulai dari air masjid hingga air zamzam, Makna di balik air tujuh sumber ini sendiri rupanya mengambil kisah dari kata pitu atau tujuh dan pitulungan dalam bahasa Jawa yang berarti sang pengantin agar bisa saling tolong- menolong dalam keadaan apapun.
Kembang Setaman
Kembang setaman merupakan bunga-bunga yang tumbuh di taman seperti mawar, melati, kanthil dan kenangan. Bunga-bunga ini ditaburkan ke dalam bejana atau bokor yang akan dipakai untuk siraman supaya menjadi harum. Kembang setaman yang digunakan adalah bunga yang terkenal harumnya, yaitu mawar, melati, dan kenanga. Makna penggunaan bunga ini adalah harapan agar keluarga yang dibina senantiasa keharuman dari leluhur. Harum bagi masyarakat Jawa bermakna direstui, diberkahi, sehingga keluarga yang dibina tidak menemui rintangan yang besar.
Bunga melati sebagai lambang ketulusan yang luar biasa dimaknai dengan kata ‘rasa melas saka jero ati’ atau kasih sayang dari dalam hati. Bunga kenanga dimaknai dengan kata ‘keneng-a’ atau “gapailah”. Maknanya calon pengantin diharapkan bisa menggapai keluhuran budi para pendahulu. Dan bunga mawar dimaknai dengan kata “mawi-arsa” yaitu memiliki kehendak atau niat, bahwa pengantin harus memiliki ketulusan niat dalam membina rumah tangga.
Konyoh Manca Warna
Konyoh merupakan lulur/bedak basah yang dibuat dari tepung beras dan kencur serta bahan pewarna. Manca atau panca (lima) warna (warna maksudnya lima macam warna. Jadi Konyoh Manca Warna artinya lulur yang terdiri dari lima macam warna, meliputi merah, kuning, hijau, biru dan putih.
Konyoh ini berfungsi sebagai sabun yang dapat menghaluskan tubuh.
Kelapa gading segandeng
Dua buah kelapa yang sebagian sabutnya diikat menjadi satu. Kelapa gading itu jenis kelapa yang buahnya gading (kuning), pohonnya tidak begitu tinggi. Biasanya buahnya begitu banyak. Bermakna supaya mereka memiliki pendirian yang teguh (kencenging pikir).
Ayam Srana
Ritual ini sebagai simbol orang tua telah ikhlas melepas anaknya untuk hidup mandiri dalam membangun rumah tangga.
Sajen Siraman
Sebelum siraman dimulai, kita harus membuat sajen siraman beserta perlengkapannya. Yaitu:
- Air tawar yang diambil dari tujuh sumber mata air, ditaburi bunga telon (mawar, melati, kenanga)
- Dua buah kelapa gading yang diikat jadi satu, dimasukkan ke dalam jambangan berisi air bunga.
- Kosokan mandi: mangir
- Kendi berisi air wudlu, londo merang, air asam atau santan yang diberi jeruk purut. Untuk pengantin laki-laki menggunakan kendi lanangan (ada corongnya) sedangkan untuk pengantin perempuan menggunakan kendi polos tanpa corong.
- Dingklik / kursi tanpa sandaran yang dialasi kloso bongko, di atasnya diberi daun kluwih, daun alang-alang, daun opo-opo, daun dadap srep, daun nanas, serta kain putih setengah meter.
- Handuk, kain dan kebaya untuk ganti.
Kendhi atau Klenthing Kendi
Berisi air bersih yang digunakan untuk menutup dan mengakhiri upacara siraman. Air dari kendi sebagai simbol penyucian jiwa dan restu dari orang. Kendi yang dipakai untuk menyiram kemudian dipecahkan dengan cara dijatuhkan.
Souvenir Siraman
Souvenir Siraman di gunakan sebagai simbol ungkapan terimakasih kepada orang yang telah membantu menyirami calon pengantin.
Handuk & kimono
Handuk dan kimono, dimaksudkan untuk membersihkan dan mengeringkan badan Calon Pengantin.
Bleketepe dan Padi
Bleketepe adalah anyaman daun kelapa yang dipasang di depan rumah sebagai tanda pesta pernikahan. Pemasangan bleketepe termasuk salah satu dari prosesi pernikahan adat budaya pengantin Jawa. Rangkaian bleketepe terbuat dari daun kelapa berbentuk tujuh bujur sangkar berukuran 50×50 centimeter. Bleketepe juga dipasang bersama perlengkapan lainnya seperti pohon pisang, buah pisang raja, tebu, buah kelapa, daun beringin dan janur kuning. Janur kuning berarti mengandung harapan agar saat prosesi kedua mempelai nampak bersinar.
Tumpeng
Tumpeng adalah salah satu jenis nasi tumpeng di daerah Jawa dengan ciri khas berupa telur, cabai, bawang merah dan terasi ditusukkan di bagian puncaknya. Tumpeng adalah lambang kesuburan dan kesejahteraan. Tumpeng ini bentuknya sangat estetis karena ada aneka hiasan seperti lombok merah, brambang, bawang, dan hiasan sayurannya.